Ulama Sepakat, Haram Mengucapkan Selamat Natal


Sebagian kalangan apalagi awalnya dari pemikiran liberal dan ingin menyatukan setiap agama samawi mulai mengendorkan doktrin kaum muslimin dengan memberikan pedoman nyleneh. Muncul ulama-ulama kontemporer yang memandang sah-sah saja mengucapkan selamat natal pada Nashrani. Padahal memulai mengucapkan salam pada mereka saja tidak dibolehkan, sama halnya dengan mengucapkan selamat pada mereka pada hari raya mereka. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167).

Related


Intinya kesempatan kali ini, Rumaysho.com akan memberikan bahwa sudah ada klaim ijma’ (kesepakatan ulama) semenjak masa silam yang memberikan haramnya mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim, termasuk hari raya natal.

Dalil Kata Sepakat Ulama

Klaim ijma’ haramnya mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim terdapat dalam perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah berikut ini,

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم ، فيقول: عيد مبارك عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثماً عند الله ، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس ، وارتكاب الفرج الحرام ونحوه ، وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ، ولا يدري قبح ما فعل ، فمن هنّأ عبداً بمعصية أو بدعة ، أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) yakni sesuatu yang diharamkan menurut ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya yakni memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka mirip mengatakan, ‘Semoga hari ini yakni hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini sanggup selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari masalah yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya mirip ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan mirip ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh alasannya itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapat kebencian dan marah Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menyampaikan pula,

تهنئة الكفار بعيد الكريسمس أو غيره من أعيادهم الدينية حرامٌ بالاتفاق

“Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama orang kafir yakni haram menurut setuju ulama” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 45).

Syaikhuna, Syaikh Dr. Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata dalam fatwanya, “Hal-hal yang sudah terdapat ijma’ para ulama terdahulu tidak boleh diselisihi bahkan wajib berdalil dengannya. Adapun masalah-masalah yang belum ada ijma’ sebelumnya maka ulama zaman kini sanggup ber-ijtihad dalam hal tersebut. Jika mereka bersepakat, maka kita sanggup katakan bahwa ulama zaman kini telah setuju dalam hal ini dan itu. Ini dalam hal-hal yang belum ada ijma sebelumnya, yaitu problem kontemporer. Jika ulama kaum muslimin di seluruh negeri bersepakat perihal aturan dari problem tersebut, maka jadilah itu ijma’.” [Lihat pedoman dia di sini: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2385]

Bagi yang menyelisihi ijma’ ulama, sungguh telah sesat dan keliru. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah terperinci kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk daerah kembali.”(QS. An Nisa’: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Larangan Mengagungkan dan Menyemarakkan Perayaan Non-Muslim

Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,

اجتنبوا أعداء الله في عيدهم

“Jauhilah orang-orang kafir dikala hari raya mereka” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi di bawah judul pecahan ‘terlarangnya menemui orang kafir dzimmi di gereja mereka dan larangan mirip mereka pada hari Nairuz dan perayaan mereka’ dengan sanadnya dari Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari hingga kepada Umar). Nairuz yakni hari raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz yakni tahun gres dalam penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an Nasim. Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan tidak boleh mengadakan perayaan hari raya mereka kemudian bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.

Sebagai penguat pemanis yakni judul pecahan yang dibentuk oleh Al Khalal dalam kitabnya Al Jaami’. Beliau mengatakan, “Bab terlarangnya kaum muslimin untuk keluar rumah pada dikala hari raya orang-orang musyrik…”. Setelah klarifikasi di atas bagaimana mungkin kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang musyrik berkaitan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, Al Iqtidha’ 1: 454 menukil adanya janji para sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap persyaratan Umar untuk kafir dzimmi, “Di antaranya yakni kafir dzimmi baik hebat kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka … Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya mereka kemudian bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir.”

Al Hafiz Ibnu Hajar setelah menyebutkan hadits dari Anas perihal mencukupkan diri dengan dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dan setelah menyampaikan bahwa sanad hadits tersebut berkualitas shahih. Haditsnya yakni Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba ke Madinah, penduduk Madinah mempunyai dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka dia berkata, “Aku tiba kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Ibnu Hajar lantas mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa bangga dikala hari raya orang musyrik dan larangan mirip orang musyrik ketika itu. Bahkan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi, seorang ulama mazhab Hanafi hingga berlebih-lebihan dalam problem ini dengan mengatakan, ‘Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik pada hari itu alasannya mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada Allah” (Fathul Bari, 2: 442).

Dalam Faidhul Qadir (4: 551), setelah Al Munawi menyebutkan hadits dari Anas kemudian dia menyebutkan terlarangnya mengagungkan hari raya orang musyrik dan barang siapa yang mengagungkan hari tersebut alasannya hari itu yakni hari raya orang musyrik maka dia telah kafir. [Lihat di sini: http://www.olamayemen.com/show_art4.html]

Wallahu waliyyut taufiq. []




Sakan 27, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 8 Shafar 1434 H
Oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel