Hati-Hati Mengambil Sumber Ilmu Agama


Sebagian masyarakat punya prinsip, ketika ia mengikuti amalan dan anutan seorang guru, maka ia bebas dari tanggung jawab.  Sehingga jikalau ia salah mengikuti guru, nanti yang akan menanggung dosanya ialah gurunya.

Prinsip semacam ini tidak benar dan bertentangan dengan klarifikasi yang Allah sebutkan dalam al-Qur’an.

Diantaranya, Allah menceritakan pertengkaran antara tokoh sesat dan pengikutnya

قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لِأُولَاهُمْ رَبَّنَا هَؤُلَاءِ أَضَلُّونَا فَآَتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ

Apabila mereka masuk neraka semuanya berkatalah orang yang masuk neraka belakangan kepada orang yang lebih dahulu masuk neraka, “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, lantaran itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka”. Allah berfirman: “Masing-masing menerima (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kau tidak mengetahui.”

Orang yang sudah lebih dulu masuk neraka membalas,

وَقَالَتْ أُولَاهُمْ لِأُخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ

Dan orang yang masuk neraka lebih awal berkata kepada orang yang masuk belakangan, “Kamu tidak memiliki kelebihan sedikitpun atas kami, maka rasakanlah siksaan lantaran perbuatan yang telah kau lakukan.” (Al-A’raf: 38 – 39)

Kita sanggup lihat, mereka saling menyalahkan dan bahkan meminta kepada Allah, biar siksaan kawannya ditambah.

Allah juga bercerita, penyesalan sebagian penduduk neraka lantaran mereka mengikuti tokoh yang sesat,

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ( ) يَا وَيْلَتَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ( ) لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) saya mengambil jalan tolong-menolong Rasul”. ( ) Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya saya (dulu) tidak mengakibatkan sifulan itu teman akrab(ku). ( ) Sesungguhnya ia telah menyesatkan saya dari Al Alquran ketika Al Alquran itu telah tiba kepadaku. Dan ialah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (QS. al-Furqan: 27 – 29)

Kita sanggup perhatikan penyesalan mereka di hari kiamat, sampai mereka gigit jari. Mereka menyesal, mengapa dulu mengikuti guru sesat itu. Padahal sudah tiba peringatan yang sangat terperinci yang menawarkan kesesatannya.

Karena itulah, semua mukmin menyadari, mengambil sumber ilmu, akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah. Prinsip apapun yang terjadi sudah ditanggung guru, harus ditinggalkan. Jika ia terperinci menyimpang, membela kekufuran, jangan lagi dijadikan tumpuan dalam ilmu agama.

Dulu Muhammad biin Sirin – ulama tabi’in muridnya Anas bin Malik – mengingatkan,

إن هذا العلم دين ، فانظروا عمن تأخذون دينكم

Ilmu ialah pecahan dari agama, lantaran itu perhatikan, dari mana kalian mengambil agama kalian. (Siyar A’lam an-Nubala’, 4/606)

Orang yang berguru agama, hakekatnya sedang membangun ideologi. Ketika sumber ilmunya orang sesat, akan terbentuk ideologi sesat dari muridnya.

Karena itu, kita terheran ketika seorang doktor alumni Australi dijadikan tumpuan ilmu agama…
Kita terheran, ketika insan liberal, dijadikan rujukan dan dimintai komentar problem islam…
Kita terheran, ketika pembela orang kafir, dijadikan contoh dalam bidang tafsir al-Qur’an…

Betul apa kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: “السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ”

“Akan tiba kepada insan tahun-tahun penuh penipuan. Pendusta dianggap benar, sementara orang yang jujur dianggap dusta. Pengkhianat diberi amanat, sedangkan orang amanah dianggap pengkhianat. Pada ketika itu Ruwaibidhah angkat bicara.” Ada yang bertanya, “Apa itu Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang terbelakang (masalah agama) yang turut campur dalam urusan masyarakat.” (HR. Ahmad 7912, Ibnu Majah 4036, Abu Ya’la al-Mushili dalam musnadnya 3715, dan dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth).

Ya Rab, ampuni kami dan selamatkanlah umat ini dari penyimpangan para tokoh-tokoh sesat…



Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Dewan Pembina Konsultasisyariah.com
Artikel oleh KonsultasiSyariah

Anda sanggup membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
DONASI hubungi: 087 882 888 727
REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel