Ini Kiat Semoga Hati Tetap Istiqomah (Bagian 2— Selesai)
Berikut ialah lanjutan dari pembahasan “Kiat Agar Tetap Istiqomah“. Kami harap para pembaca sanggup membaca dan memahami posting pertama dari goresan pena ini biar mendapat pembahasan yang utuh.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita biar terus istiqomah.
Kiat biar tetap istiqomah selanjutnya ialah ….
Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga sanggup dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah tiba kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11)
Contohnya kita sanggup mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آَلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ (70)
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, kalau kau benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami mengakibatkan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya’: 68-70)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
آخِرَ قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِىَ فِى النَّارِ حَسْبِىَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api ialah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik daerah bersandar).” [HR. Bukhari no. 4564] Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqomah, juga sudah seharusnya melaksanakan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Begitu pula kita sanggup mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ, قَالَ كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sebenarnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.” (QS. Asy Syu’aro: 61-62). Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Musa ‘alaihis salam ketika berada dalam kondisi sempit? Dia begitu yakin dengan santunan Allah yang begitu dekat. Inilah yang sanggup kita contoh.
Oleh lantaran itu, para salaf sangat bahagia sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih biar sanggup diambil teladan sebagaimana mereka katakan berikut ini.
Basyr bin Al Harits Al Hafi mengatakan,
أَنَّ أَقْوَامًا مَوْتَى تَحْيَا القُلُوْبَ بِذِكْرِهِمْ وَأَنَّ أَقْوَامًا أَحْيَاءَ تَعْمَى الأَبْصَارَ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِمْ
“Betapa banyak insan yang telah mati (yaitu orang-orang yang sholih, pen) menciptakan hati menjadi hidup lantaran mengingat mereka. Namun sebaliknya, ada insan yang masih hidup (yaitu orang-orang fasik, pen) menciptakan hati ini mati lantaran melihat mereka.” [Shifatush Shofwah, Ibnul Jauziy, 2/333, Darul Ma’rifah, Beirut, cetakan kedua, tahun 1399 H] Itulah orang-orang sholih yang kalau dipelajari jalan hidupnya akan menciptakan hati semakin hidup, walaupun mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita. Namun berbeda halnya kalau yang dipelajari ialah kisah-kisah para artis, yang menjadi public figure. Walaupun mereka hidup, bukan malah menciptakan hati semakin hidup. Mengetahui kisah-kisah mereka mati menciptakan kita semakin tamak pada dunia dan abnormal harta. Wallahul muwaffiq.
Imam Abu Hanifah juga lebih bahagia mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai serpihan fiqih. Beliau rahimahullah mengatakan,
الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih saya sukai daripada menguasai beberapa serpihan fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan banyak sekali moral dan akhlaq luhur mereka.” [Al Madkhol, 1/164, Mawqi’ Al Islam]
Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul Mubarok yang mempunyai nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu. Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin Mahdi menyampaikan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini tidak pernah melihat pemberi nasehat yang paling elok dari umat ini kecuali Ibnul Mubarok.” [Shifatush Shofwah, 1/438]
Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana mungkin saya kesepian, sedangkan saya selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” [Idem] Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian lantaran sibuk mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan bingung gulana, serta hati akan terus kokoh.
Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah biar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman ialah selalu memohon dan berdo’a kepada Allah biar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur’an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iktikad ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang gotong royong mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah lantaran peristiwa yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) mengalah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memperlihatkan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain biar mendapat keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; lantaran sebenarnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering ia baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati insan selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun sanggup menyesatkannya.” [HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih]
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” [HR. Ahmad (3/257). Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat) sesuai syarat Muslim]
Keenam: Bergaul dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu alasannya utama yang membantu menguatkan iktikad para shahabat Nabi ialah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sebenarnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101).
Allah juga memerintahkan biar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kau bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita biar dekat dengan orang yang sanggup memperlihatkan kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang buruk ialah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pintar besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau sanggup membeli darinya atau minimal sanggup baunya. Adapun berteman dengan pintar besi, kalau engkau tidak mendapati tubuh atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau sanggup baunya yang tidak enak.” [HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa]
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini memperlihatkan larangan berteman dengan orang-orang yang sanggup merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga memperlihatkan dorongan biar bergaul dengan orang-orang yang sanggup memperlihatkan manfaat dalam agama dan dunia.” [Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379]
Para ulama pun mempunyai nasehat biar kita selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ
“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.” [Siyar A’lam An Nubala’, 8/435, Mawqi’ Ya’sub] Maksud ia ialah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang sanggup kembali tegar. Oleh karenanya, kalau orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin murung dan merasa diri penuh kekurangan.” Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” [Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani, hal. 466, Darul ‘Affani, cetakan pertama, tahun 1421 H]
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), kalau kami ditimpa perasaan bingung gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami mencicipi sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah ia dan mendengarkan nasehat ia serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”. [Lihat Shahih Al Wabilush Shoyyib, antara hal. 91-96, Dar Ibnul Jauziy]
Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh lantaran itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau sobat dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun sanggup tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau sobat kita ialah baik, maka ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.
Kalau dalam duduk masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari sobat yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani korelasi bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi sobat ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan menciptakan kita semakin teguh dalam menjalani agama.
Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas pedoman agama yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu. []
Diselesaikan di Panggang, Gunung Kidul, 20 Dzulhijah 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh https://rumaysho.com Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/