Kekenyangan Masakan Itu Haram?
Apa aturan makan kekenyangan? Apakah dilarang? Yang saya maksud, sudah kenyang masih makan. Kami mengambil kesimpulan pertanyaan yang disampaikan, bahwa dibedakan antara kenyang dengan kekenyangan.
Related
فَذَبَحَ لَهُمْ ، فَأكَلُوا مِنَ الشَّاةِ وَمِنْ ذَلِكَ العِذْقِ وَشَرِبُوا . فَلَمَّا أنْ شَبِعُوا وَرَوُوا قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – لأَبي بَكْر وَعُمَرَ رضي الله نهما: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هَذَا النَّعِيمِ يَوْمَ القِيَامَةِ ، أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمُ الْجُوعُ ، ثُمَّ لَمْ تَرْجِعُوا حَتَّى أصَابَكُمْ هَذَا النَّعيمُ
Orang anshar itu menyembalihkan kambing, kemudian mereka makan daging kambing dan kurma di wadah itu, serta minum susu. Setelah mereka kenyang dan hilang rasa hausnya, Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian akan ditanya mengenai kenikmatan ini pada hari kiamat. Rasa lapar menciptakan kalian keluar rumah, dan kalian tidak pulang hingga mendapat kenikmatan hidangan ini..” (HR. Muslim 5434).
Lalu Bagaimana Dengan Kekenyangan?
Terkait acara makan, Allah telah memperlihatkan panduan,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang suka bersikap berlebihan. (QS. al-A’raf: 31).
Nabi ﷺ juga telah mengingatkan,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Jangan melaksanakan tindakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. (HR. Ahmad 2865 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Kekenyangan berarti makan melebihi kondisi kenyang. Artinya, dia sudah kenyang namun tetap makan. Taqiyuddin as-Subki – ulama Syafiiyah – (w. 756 H) pernah membahas ini dalam Fatwanya. Beliau memakai pertimbangan dua dalil di atas.
Kita kutip keterangan beliau,
الزيادة على الشبع حرام قاله الشيخ عز الدين بن عبد السلام في القواعد ، وعلله بأنه إضاعة مال وإفساد للأبدان ، وكنت أظن أن ذلك في سوى ما يعتاد من الزيادة كنقل ، أو حلوى ، أو نحوها
Makan melebihi batas kenyang, hukumnya haram. Demikian yang dinyatakan al-Izz bin Abdus Salam dalam al-Qawaid beliau. Beliau beralasan bahwa ini termasuk menyia-nyiakan harta dan merusak badan. Dan berdasarkan saya, ini selain perhiasan ringan yang biasa dimakan, ibarat kacang atau manisan atau semacamnya.
Beliau melanjutkan,
حتى رأيت في فتاوى قاضي خان من الحنفية في المجلد الأخير منه ما نصه : امرأة تأكل الفتيت وأشباه ذلك لأجل السمن قال أبو مطيع البلخي رحمه الله : لا بأس به ما لم تأكل فوق الشبع ، وكذا الرجل إذا أكل مقدار حاجته لمصلحة بدنه لا بأس به إذا لم يأكل فوق الشبع
Hingga saya melihat aliran Qadhi Khan ulama hanafiyah di jilid terakhir kitabnya, dimana redaksinya: Ada perempuan yang suka ngemil camilan dengan maksud semoga lebih gemuk, berdasarkan Abu Muthi’ al-Bulkhi rahimahullah, ‘Tidak masalah, selama dia tidak makan melebihi batas kenyang.’ Demikian pula lelaki, saat dia makan melebihi kebutuhan untuk kebaikan badannya, tidak problem selama tidak makan melebihi kenyang.
Selanjutnya as-Subki menambahkan,
وانظر أيضا من جهة منع إدخال طعام على طعام يقتضي أنه لا يوجد فوق الشبع غير الماء القراح ، وما سواه يضر حتى ينهضم الطعام الأول، فاستعمال هذه الأمور الزائدة إن اقتضتها ضرورة وإلا فمجرد الشهوات النفسانية لا تبيحها بل تكون حراما مع كونها مضرة والله أعلم .
Perlu juga anda perhatikan dari sisi larangan memasukkan makanan, sementara di dalam perut masih penuh makanan, yang menjadikan tidak ada lagi ruang sesudah kenyang, selain air. Sementara materi lain selain air, dapat membahayakan, hingga masakan pertama sudah dicerna. Karena itu, mengkonsumsi camilan lebih dari batas kenyang, jikalau alasannya darurat tidak masalah. Namun jikalau tidak alasannya alasan darurat, berarti hanya sebatas nafsu syahwat, yang hukumnya tidak boleh bahkan haram, disamping itu juga berbahaya. (Fatwa as-Subki, Bab al-Ath’imah, 2/60)
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Dewan Pembina Konsultasisyariah.com
Artikel KonsultasiSyariah
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/