Urbanisasi dan Penyakit di Kota Metropolitan

Dalam bulan puasa akan lebih afdhal apabila tulisan mengenai judul apa saja dalam postingan sebelumnya yang berjudul Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu ini dimulai dari kisah yang diambil dari Al Quran. Seperti firman Allah dalam Al Quran S.Yusuf, ayat 2, kisah-kisah dalam Al Quran mendapat predikat Ahsanu lQasas, kisah-kisah yang paling berkwalitas.
Related
Dialog mulai dibuka oleh generasi tua tersebut: Ya- Muwsa- lan nashbira 'ala- tha'a-min wa-hidin, ya Musa kami sudah tidak tahan lagi dengan makanan yang dari itu ke itu saja, kemudian mereka meminta lagi agar Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT untuk minta makanan yang bermacam-macam, seperti yang telah pernah mereka rasakan dahulu. Maka Nabi Musa AS menjawab: mengapa kamu inginkan pengganti yang tidak baik atas yang sudah baik. Selanjutnya Nabi Musa AS berucap lagi: turunlah ke kota, di situ kamu akan dapatkan apa yang engkau kehendaki.
Maka selanjutnya Allah SWT menginformasikan kepada kita yang membaca Al Quran, juga dalam ayat yang sama dengan ayat yang menginformasikan tentang dialog itu, yakni S. Al Baqarah, ayat 61 seperti berikut: Artinya: Dan ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kesengsaraan, dan kenalah murka Allah disebabkan mereka itu ingkar akan ayat-ayat Allah, dan membunuh nabi-nabi dengan sewenang-wenang, demikianlah mereka itu kepala batu dan melanggar batas.
Kedua, dan ini tidak kurang pentingnya yaitu secara sosiologik. Di desa masyarakat itu merupakan suatu keluarga besar. Kehidupannya intim, namun kontrol sosial ketat, sehingga mudah terhindar dari kemaksiatan. Kontrol sosial yang ketat itu merupakan salah satu sisi mata uang, sedang sisi yang lain yaitu sistem perlindungan dan jaminan sosial yang cukup berkwalitas. Lalu apa yang dialami oleh penduduk desa yang sudah berurbanisasi itu? Frusturasi, karena sangat berlawanan dengan suasana desa.
Suasana keluarga besar dengan kehidupan intim dan sistem perlindungan dan jaminan sosial seperti didesa sudah tidak ada lagi dalam suasana kota. Di kota kontrol sosial boleh dikatakan sudah sangat lemah, kehidupan menjadi nafsi-nafsi, individual. Maka mudahlah terjerumus ke dalam kemaksiatan, karena lemahnya kontrol sosial. Kehidupan intim lenyap, bahkan orang bertetangga sudah kurang saling mengenal, dipagari tembok tinggi, masing-masing sibuk sendiri. Orang menjadi kesepian di tengah-tengah orang ramai. Kesepian dicoba dihilangkan dengan kehidupan malam, tetapi penyakit kesepian itu tak kunjung-kunjung hilang.
Dan itulah penyakit di kota metropolitan, kehinaan dan kesengsaraan, ingkar akan ayat-ayat Allah, membunuh nabi-nabi, karena sekarang tidak ada nabi lagi, maka ayat itu berarti membunuh ajaran yang dibawa oleh para nabi, jadi sudah lebih hebat dari hanya sekadar ingkar, 'ashaw, kepala batu dan ya'taduwn, melampaui batas.
Maka kesimpulannya kita yang hidup dikota sekarang ini haruslah menyadari bahaya kedua penyakit itu, penyakit yang diakibatkan makanan dan penyakit sosiologik itu, yang sudah ada sejak dahulu kala sekurang-kurangnya sejak zamannya Nabi Musa AS. Itulah hikmahnya puasa, melatih diri meningkatkan keampuhan tenaga pengendali, nafsun muthmainnah (lihat postingan sebelumnya), supaya kita terpelihara dari penyakit-penyakit metropolitan itu. Itulah pula hikmahnya mengapa Allah SWT mengiformasikan pula tentang puasa itu bukan hanya diwajibkan kepada ummat Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kama- kutiba 'ala lladziena min qablikum, bahwa puasa itu telah diwajibkan pula kepada ummat nabi-nabi terdahulu, antara lain ummat Nabi Musa AS dan ummat Nabi 'isa AS.