Hukum Dan Syarat Poligami Dalam Agama Islam
Mengapa Allah mengizinkan poligami? Sebelum menjawabnya, perlu kita ketahui bersama sebuah kaidah dalam agama kita bahwa dikala Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan sesuatu, maka syariat yang Allah turunkan tersebut mempunyai maslahat yang murni ataupun maslahat yang lebih besar. Sebaliknya, dikala Allah melarang sesuatu maka larangan tersebut niscaya mempunyai ancaman yang murni maupun ancaman yang lebih besar.
Related
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu biar kau sanggup mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
Sebagai pola Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk bertauhid yang mengandung maslahat yang murni dan tidak mempunyai mudarat sama sekali bagi seorang hamba. Demikian pula, Allah subhanahu wa ta’ala melarang perbuatan syirik yang mengandung keburukan dan sama sekali tidak bermanfaat bagi seorang hamba. Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan jihad dengan berperang, walaupun di dalamnya terdapat mudarat bagi insan berupa rasa susah dan payah, namun di balik syariat tersebut terdapat manfaat yang besar dikala seorang berjihad dan berperang dengan tulus yaitu tegaknya kalimat Allah dan tersebarnya agama Islam di muka bumi yang pada hakikatnya, ini ialah kebaikan bagi seluruh hamba Allah.
Allah berfirman,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kau berperang, padahal berperang itu ialah sesuatu yang kau benci. Boleh jadi kau membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kau menyukai sesuatu, padahal ia amat jelek bagimu; Allah mengetahui, sedang kau tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
Demikian pula, Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan judi dan minuman keras, walaupun di dalam judi dan minuman keras tersebut terdapat manfaat yang bisa diambil ibarat mendapat penghasilan dari judi atau menghangatkan tubuh dengan khamar/minuman keras. Namun mudarat yang ditimbulkan oleh keduanya berupa timbulnya permusuhan di antara insan dan jatuhnya mereka dalam perbuatan maksiat lainnya jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang didapatkan.
Allah berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu perihal khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat keburukan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi keburukan keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al Baqarah: 219)
Setelah kita memahami kaidah tersebut, maka kita bisa menerapkan kaidah tersebut pada syariat poligami yang telah Allah perbolehkan. Tentu di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar walaupun ada beberapa mudarat yang ditimbulkan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan syariat tersebut. Sebagai pola misalnya: terkadang terjadi masalah saling cemburu di antara para istri lantaran beberapa permasalahan, maka hal ini ialah mudarat yang ditimbulkan dari praktek poligami. Namun, manfaat yang didapatkan dengan berpoligami untuk kaum muslimin berupa bertambahnya banyaknya jumlah kaum muslimin dan terjaganya kehormatan wanita-wanita muslimah baik yang belum menikah maupun para janda merupakan kebaikan dan maslahat yang sangat besar bagi kaum muslimin. Oleh lantaran itu, kalau kita melihat kebanyakan orang-orang yang menentang syariat poligami ialah orang-orang yang lemah pembelaannya terhadap syariat Islam bahkan terkadang melecehkan syariat Islam. Pemikiran mereka terpengaruh dengan pemikiran orang-orang kafir yang jelas-jelas tidak menghendaki kebaikan bagi kaum muslimin.
Bolehnya melaksanakan poligami dalam Islam menurut firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
“Dan kalau kau takut tidak akan sanggup berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kau menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kau senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian kalau kau takut tidak sanggup berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kau miliki. Yang demikian itu ialah lebih akrab kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Bolehnya syariat poligami ini juga dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para sobat sehabis ia shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Anehnya para penentang poligami baik laki-laki maupun wanita, secara umum dikuasai mereka tidak mengerti tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam problem poligami, mereka merasa sebagai ulama besar!!” (Umdah Tafsir I/458-460 ibarat dikutip majalah Al Furqon Edisi 6 1428 H, halaman 62). Perkataan ia ini, kiranya cukup menjadi materi renungan bagi orang-orang yang menentang poligami tersebut, hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari aliran agama Allah kemudian mengamalkannya hingga mereka menyadari bahwa sebetulnya aturan Allah akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Hukum Poligami dalam Islam
Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara ibaahah (mubah/boleh dilakukan dan boleh tidak) atau istihbaab (dianjurkan)[6].
Adapun makna perintah dalam firman Allah Ta’ala,
{وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ}
“Dan kalau kau takut tidak akan sanggup berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kau mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kau senangi: dua, tiga, atau empat” (QS an-Nisaa’:3).
Perintah Allah dalam ayat ini tidak memperlihatkan wajibnya poligami, lantaran perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan ayat ini, yaitu firman-Nya,
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
“Kemudian kalau kau takut tidak akan sanggup berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kau miliki. Yang demikian itu ialah lebih akrab kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).
Maka dengan kelanjutan ayat ini, jelaslah bahwa ayat di atas meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya ialah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu perempuan kalau dikhawatirkan tidak sanggup berbuat adil[7], atau maknanya, “Janganlah kau menikahi kecuali perempuan yang kau senangi”.
Ini ibarat makna yang ditunjukkan dalam firman-Nya,
{وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ}
“Dan katakanlah:”Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS al-Kahfi:29). Maka tentu saja makna ayat ini ialah larangan melaksanakan perbuatan kafir dan bukan perintah untuk melakukannya[8].
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdulah bin Baz dikala ditanya, “Apakah poligami dalam Islam hukumya mubah (boleh) atau dianjurkan?” Beliau menjawab rahimahullah, “Poligami (hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu, lantaran firman Allah Ta’ala (beliau menyabutkan ayat tersebut di atas), dan lantaran perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan orang wanita, Allah memberi manfaat (besar) bagi umat ini dengan (keberadaan) para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, dan ini (menikahi sembilan orang wanita) termasuk kekhususan bagi ia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun selain ia shallallahu ‘alaihi wa sallam dihentikan menikahi lebih dari empat orang wanita[9]. Karena dalam poligami banyak terdapat kemslahatan/kebaikan yang agung bagi kaum laki-laki maupun permpuan, bahkan bagi seluruh umat Islam. Sebab dengan poligami akan memudahkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan (kesucian), memperbanyak (jumlah) keturunan, dan (memudahkan) bagi laki-laki untuk memimpin beberapa orang perempuan dan membimbing mereka kepada kebaikan, serta menjaga mereka dari sebab-sebab keburukan dan penyimpangan. Adapun bagi yang tidak bisa melaksanakan itu dan khawatir berbuat tidak adil, maka cukuplah dia menikahi seorang perempuan (saja), lantaran Allah Ta’ala berfirman,
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
“Kemudian kalau kau takut tidak akan sanggup berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kau miliki. Yang demikian itu ialah lebih akrab kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).
Semoga Allah (senantiasa) memberi taufik-Nya kepada semua kaum muslimin untuk kebaikan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat[10].
Senada dengan ucapan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “…Seorang laki-laki kalau dia bisa dengan harta, tubuh (tenaga) dan hukumnya (bersikap adil), maka lebih utama (baginya) untuk menikahi (dua) hingga empat (orang wanita) kalau dia mampu. Dia bisa dengan badannya, lantaran dia enerjik, (sehingga) dia bisa menunaikan hak yang khusus bagi istri-istrinya. Dia (juga) bisa dengan hartanya (sehingga) dia bisa memberi nafkah (yang layak) bagi istri-istrinya. Dan dia bisa dengan hukumnya untuk (bersikap) adil di antara mereka. (Kalau dia bisa ibarat ini) maka hendaknya dia menikah (dengan lebih dari seorang wanita), semakin banyak perempuan (yang dinikahinya) maka itu lebih utama. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Orang yang terbaik di umat ini ialah yang paling banyak istrinya[11]”…[12].
Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Adapun (hukum) asal (pernikahan) apakah poligami atau tidak, maka saya tidak mendapati ucapan para (ulama) hebat tafsir, yang telah saya baca kitab-kitab tafsir mereka yang membahas problem ini. Ayat al-Qur’an yang mulia (surat an-Nisaa’:3) memperlihatkan bahwa seorang yang mempunyai kesiapan (kesanggupan) untuk menunaikan hak-hak para istri secara tepat maka dia boleh untuk berpoligami (dengan menikahi dua) hingga empat orang wanita. Dan bagi yang tidak mempunyai kesiapan (kesanggupan) cukup dia menikahi seorang wanita, atau mempunyai budak. Wallahu a’lam”[13]. (Sumber: https://muslim.or.id/1916-poligami-bukti-keadilan-hukum-allah.html)
Berikut kami sebutkan beberapa pesan yang tersirat dan manfaat poligami yang kami ringkas dari goresan pena Ustadz Kholid Syamhudi yang berjudul “Keindahan Poligami Dalam Islam” yang dimuat pada majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H sebagai berikut:
1. Poligami ialah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk kemaslahatan mereka.
2. Seorang perempuan terkadang mengalami sakit, haid dan nifas. Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat ini. Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
3. Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding perempuan dan lelaki lebih banyak menghadapi lantaran kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada syariat poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang perempuan maka akan banyak perempuan yang tidak mendapat suami sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kotor dan berpaling dari petunjuk Al Alquran dan Sunnah. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
4. Secara umum, seluruh perempuan siap menikah sedangkan lelaki banyak yang belum siap menikah lantaran kefakirannya sehingga lelaki yang siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih Sunnah 3/217).
5. Syariat poligami sanggup mengangkat derajat seorang perempuan yang ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak mempunyai seorang pun keluarga yang sanggup menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi pasangan yang berpoligami, Alhamdulillah.
6. Poligami merupakan cara efektif menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyk orang kini ini, banyak perempuan yang lebih rela suaminya berbuat zina dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa billah.
7. Menjaga kaum laki-laki dan perempuan dari banyak sekali keburukan dan penyimpangan.
8. Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga mempunyai sumbar daya insan yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad. Kami tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh kegiatan Keluarga Berencana atau yang semisalnya biar jumlah mereka semakin sedikit, sementara kalau kita melihat banyak orang-orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka. Wallahul musta’an.
Demikian pula, poligami ini bukanlah sebuah syariat yang bisa dilakukan dengan main pukul rata oleh semua orang. Ketika hendak berpoligami, seorang muslim hendaknya mengintropeksi dirinya, apakah dia bisa melakukannya atau tidak? Sebagian orang menolak syariat poligami dengan alasan beberapa masalah yang terjadi di masyarakat yang ternyata gagal dalam berpoligami. Ini ialah sebuah alasan yang keliru untuk menolak syariat poligami. Dampak jelek yang terjadi dalam sebuah pelaksanaan syariat lantaran kesalahan individu yang menjalankan syariat tersebut tidaklah bisa menjadi alasan untuk menolak syariat tersebut. Apakah dengan adanya kesalahan orang dalam menerapkan syariat jihad dengan memerangi orang yang tidak seharusnya dia perangi sanggup menjadi alasan untuk menolak syariat jihad? Apakah dengan terjadinya beberapa masalah di mana seseorang yang sudah berulang kali melaksanakan ibadah haji, namun ternyata tidak ada perubahan dalam prilaku dan kehidupan agamanya menjadi lebih baik sanggup menjadi alasan untuk menolak syariat haji? Demikian juga dengan poligami ini. Terkadang juga banyak di antara penolak syariat poligami yang menutup mata atau berpura-pura tidak tahu bahwa banyak praktek poligami yang dilakukan dan berhasil. Dari mulai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, para ulama di zaman dahulu dan sekarang, bahkan banyak kaum muslimin yang sudah menjalankannya di negara kita dan berhasil.
Sebagaimana syariat lainnya, dalam menjalankan poligami ini, ada syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melangkah untuk melakukannya. Ada dua syarat bagi seseorang untuk melaksanakan poligami yaitu (kami ringkas dari goresan pena Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
1. Berlaku adil pada istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Dan tidak dipersyaratkan untuk berlaku adil dalam problem kecintaan. Karena hal ini ialah kasus hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
2. Mampu untuk melaksanakan poligami yaitu: pertama, bisa untuk memperlihatkan nafkah sesuai dengan kemampuan, contohnya kalau seorang lelaki makan telur, maka ia juga bisa memberi makan telur pada istri-istrinya. Kedua, kemampuan untuk memberi kebutuhan biologis pada istri-istrinya.
Adapun tabiat dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya ialah sebagai berikut (kami ringkas dari goresan pena Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
1. Berpoligami dihentikan mengakibatkan seorang lelaki lalai dalam ketaatan pada Allah.
2. Orang yang berpoligami dihentikan beristri lebih dari empat dalam satu waktu.
3. Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan kalau dia tidak mengetahui, maka dia terkena aturan dera.
4. Tidak boleh memperistri dua orang perempuan bersaudara (kakak beradik) dalam satu waktu.
5. Tidak boleh memperistri seorang perempuan dengan bibinya dalam satu waktu.
6. Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.
7. Jika seorang laki-laki menikah dengan gadis, maka dia tinggal bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia tinggal bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melaksanakan giliran yang sama terhadap istri lainnya.
8. Wanita yang dipinang oleh seorang laki-laki yang beristri dihentikan mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya (madunya).
9. Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi istri-istrinya.
10. Suami dihentikan berjima’ dengan istri yang bukan gilirannya kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapat giliran.
Demikian tanggapan ringkas yang bisa kami sampaikan, semoaga bermanfaat. Wallahu a’lam. []
Dijawab: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc.
Artikel oleh KonsultasiSyariah
Artikel tambahan:
1. https://muslim.or.id/1916-poligami-bukti-keadilan-hukum-allah.html
2. https://almanhaj.or.id/2552-syarat-syarat-poligami.html
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/