Coretan Hati Anak Pertama
Coretan Hati Anak Pertama - Wahai sesama anak pertama,
Tidak gampang memang menyandang gelar anak pertama di dalam keluarga. Sejak kecil, kau diajarkan orangtua untuk tumbuh lebih cepat cukup umur dibandingkan saudara-saudaramu yang lainnya. Ada janji yang otomatis bahwa suatu hari nanti, kamulah yang akan mendapatkan tongkat estafet dari mereka untuk merawat dan menjaga keluarga.
Kadang kau berandai-andai bagaimana rasanya tak menjadi yang paling bau tanah dalam keluarga. Kamu juga ingin bisa sejenak bermanja-manja dan malas-malasan. Ingin juga punya saudara yang umurnya jauh di atasmu menawarkan uang pemanis untuk sekadar jajan atau menambah pundi tabungan.
Namun kenyataannya kau tetaplah anak pertama, dengan banyak sekali tanggung jawab yang tertumpuk di bahu. Kamu mempunyai segudang kewajiban ini-itu. Kamu tidak bisa seenaknya sendiri melaksanakan hal-hal yang bahwasanya kau inginkan, alasannya ialah harus bisa menjadi sosok yang bisa ditiru dan dibanggakan. Tapi sudahlah, jalani saja, toh status sebagai anak tertualah yang telah menjadikanmu dirimu yang dikala ini.
Sebagai anak tertua, kamulah yang paling paham jatuh-bangun orangtua. Apapun keadaannya, kau dituntut bersikap tenang dan dewasa
kau lah yang paling cukup umur alasannya ialah tahu jatuh bangkit orangtua
Menjadi anak yang lahir pertama dalam keluarga bahwasanya membentuk perilaku yang lebih cukup umur daripada adik-adikmu. Kamu ialah saksi jatuh bangkit usaha orangtua. Bahkan, bisa dibilang kau yang paling paham sejarah dari Ayah dan Ibu. Kamu mengerti bagaimana kesusahan yang mereka alami dikala keluarga kalian masih belum semapan sekarang. Ketika semua adikmu bersenang-senang alasannya ialah masih belum paham, kau sudah memikirkan bagaimana cara biar roda perekonomian keluarga tetap berjalan.
Ya, berusia lebih bau tanah dan memahami kesulitan orangtua bisa membentukmu menjadi eksklusif yang lebih dewasa. Kamu pun terbiasa meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk turut memikirkan kehidupan keluarga ke depannya. Namun sebenarnya, biasa bersikap cukup umur mirip ini justru akan menciptakan hidupmu menjadi lebih gampang alasannya ialah kau lebih peka membaca situasi dan kondisi yang ada di sekitarmu.
Menjadi anak pertama bukan berarti kau bisa mengatur semua orang seenaknya. Kamu justru harus mau berkompromi dan menyerah untuk kebaikan bersama. Mentang-mentang lebih tua, bukan berarti kau bisa asal menyuruh adik-adik untuk melaksanakan sesuatu sesuai keinginanmu. Sebaliknya, kau justru dituntut untuk mau menyerah demi kepentingan bersama. Sebagaimana seorang pemimpin, kau harus bijak dan adil dalam mengatur segalanya. Membagi hal sama adilnya dengan apa yang adik-adikmu punya.
Kebiasaan mirip ini justru akan menjadikanmu eksklusif yang bakir dalam pengambilan keputusan. Ya, semakin cukup umur kau semakin adil dan bijaksana dalam bersikap dan memikirkan banyak sekali pihak sebelum mengambil keputusan.
Mampu memimpin hidup sendiri ialah perilaku yang biasanya paling menonjol dari dirimu bebanmu memang tak ringan
Sejak kecil kau sudah diarahkan untuk selalu bisa sanggup berdiri diatas kaki sendiri biar tidak merepotkan orangtua yang pada dikala itu sedang kelimpungan mengurus kebutuhan si adik. Mulai dari menciptakan PR tanpa bimbingannya, “diutus” berbelanja ke warung di ujung gang sendirian, sampai menjaga biar adik tidak rewel dikala ditinggal orangtua.
Dituntut untuk bisa ini itu dengan tangan sendiri dan kemana-mana seorang diri bahwasanya menciptakan banyak laba untuk kepribadianmu yang telah dewasa. Mentalmu kian terbentuk. Kamu terbiasa mengandalkan diri dan tidak merepotkan orang lain. Kamu pun lebih menguasai ilmu bertahan hidup. Ya, kau yang telah cukup umur justru lebih sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tahu kemana arah tujuan langkah kaki membawamu.
Selalu menjadi panutan bagi adik-adikmu, kau pun terbiasa menempatkan standar yang tinggi untuk diri sendiri
kau terbiasa menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri. Menjadi sulung kau biasa menjadi sosok yang selalu dicontoh oleh adik-adikmu. Segala tindakanmu ditiru dan diubahsuaikan oleh si adik. Tanpa disadari kau berusaha melaksanakan hal yang bisa membanggakan orangtua sehingga nantinya si adik akan memalsukan segala tingkah lakumu. Kamu menentukan jalan setapak yang memang akan membawamu ke daerah yang tepat, biar adikmu juga selalu mengikuti tiap langkahmu.
Karena terbiasa ingin memberi teladan teladan yang baik, kau pun juga terbiasa akan standar yang tinggi atas dirimu sendiri. Hidupmu pun lebih mengarah alasannya ialah kau ialah sosok panutan. Jika diibaratkan seorang nahkoda kapal, kau tahu di pulau mana kapalmu harus berlabuh.
Karena tanggung jawabmu selalu lebih besar daripada milik adik-adik, kamupun terbiasa menyerah dan melindungi
kau selalu ingin melindungi adik-adikmu, Tanggung jawab yang dipikul kau yang berstatus sebagai anak sulung memang lebih besar porsinya. Kamu terbiasa diserahi tanggung jawab untuk menjaga adik-adikmu. Menjemput mereka dari sekolah sampai memastikan mereka menyantap makan siang ketika ayah atau ibu sedang sibuk di kantor.
Walaupun mungkin sebagai seorang abang paling bau tanah niat isengmu selalu ada, belakang layar ketika tidak ada kedua orangtua nalurimu sebagai penjaga perdamaian akan muncul. Kamu rela bilang iya pada kemauan yang lain biar tidak menjadikan keributan. Bahkan, kau juga akan sedia turun tangan ketika adikmu saling bertengkar memperebutkan sesuatu. Kamu pun tidak segan-segan akan melindungi adikmu ketika ada yang iseng mengganggunya.
Pola hidup yang mirip ini usang kelamaan akan membuatmu terbiasa menjadi eksklusif yang menyerah dan berbesar hati. Kamupun jadi mempunyai naluri untuk memenuhi kebutuhan orang yang ada di sekitarmu serta menjaga orang yang kau kasihi.
Terbiasa menyediakan pendengaran bagi adik dan orangtua menjadikanmu eksklusif yang matang luar biasa
kau mempunyai hati yang lapang tak terkira. Karena usiamu yang paling tua, biasanya kau ialah yang paling bersahabat dengan orangtua. Kamu dianggap paling memahami dan bisa diajak berbagi. Kamu pun biasa menjadi pendengar yang baik ketika kedua orangtuamu mencurahkan permasalahan kepadamu. Bahkan, adik-adikmu juga menganggap bahwa kau ialah daerah penyelesaian duduk kasus dan dimana meminta nasihat.
Terbiasa menjadi daerah penyelesaian masalah, membuatmu selalu menyediakan pendengaran dan berhati lapang. Lama kelamaan kau akan menjadi eksklusif yang selalu berbesar hati mendengar curahan orang lain dan gampang berempati.
Asa Ayah dan Ibu terletak di bahumu. Dan kau tahu, kau akan bisa membahagiakan mereka sebagaimana seharusnya.
kau mempunyai porsi kewajiban yang lebih besar untuk membahagiakan orangtua.
Tahukah kamu, dikala kelahiranmu ialah dikala yang paling dinanti kedua orangtua? Kehadiranmu dipersiapkan dan dikala kau sudah bisa menatap dunia, mereka bekerja keras biar kebutuhan tidak berkekurangan. Menjadi anak pertama membuatmu menerima curahan kasih tak terkira sekaligus sentra pengharapan. Ya, doa ayah dan ibu tak putus-putusnya ada untukmu. Bahkan, di kedua bahumu, keinginan mereka tertambat.
Mereka ingin kau yang menjadi anak yang bisa mengukir kesuksesan dan menjadi panutan bagi adik-adik. Dengan segala usaha serta pengharapan mereka untukmu, sudah selayaknya porsimu untuk membahagiakan mereka jauh lebih besar daripada adik-adimu. Ya, nantinya kamulah yang harus bisa memberi teladan serta memimpin adik-adik bagaimana harus bersikap demi membalas jasa orangtua.
Jika dipikir ulang, justru tanpa disadari banyak sekali manfaat yang kau peroleh dengan menyandang status sebagai anak sulung. Kamu menjadi eksklusif yang lebih bertanggung jawab dan cukup umur dalam menyikapi permasalahan yang terkadang menyambangi hidupmu. Bukankah ini merupakan modal yang cukup berpengaruh untuk menjadi tangguh dan menjalani hari-harimu ke depannya.
Sumber https://www.aridjaya.com/