Sosmedmu, Nirwana Dan Nerakamu
Di zaman ini, kehidupan insan hampir tidak pernah lepas dari sosial media (sosmed). Hidup tanpa sosmed di dunia yang cangggih ini bagaikan makan sayur tanpa garam. Keakraban dengan sosmed inilah yang mendorong seseorang selalu memperbaharui status di akun yang mereka punya, untuk setiap keadaan dan insiden yang dialami, dibagikannya pada orang seluruh dunia melalui sosmed.
Related
Betapa tidak, ketika Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan wacana sosmed dan itu terbukti di zaman ini, maka benar pula sabda Beliau mengenai adanya siksa kubur, adanya fitnah kubur, adanya pertanyaan kubur, adanya hari kebangkitan dan adanya hari pembalasan, maka semua itu akan terjadi, karena setiap ucapan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah wahyu, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. An Najm : 1-4, yang artinya “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat tidak pula keliru, dan tidaklah yang ia ucapkan itu berdasarkan hawa nafsunya, ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan padanya”.
Oleh karena itu, sudah semestinya dengan keberadaan sosmed ini kita menjadi lebih beriman dan taat pada Allah dan RasulNya, karena setiap yang dikabarkan oleh Allah dan RasulNya ialah benar dan pasti terjadi.
Pertama: Mengingat bahwa islam menuntut kita membagi waktu dengan proporsional. Tidak ada yang melarang penggunaan sosmed, namun kita harus menjaga diri supaya tidak terjerumus terlalu dalam ke dalam kelalaian memanfaatkan waktu.
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa ada seorang sahabat, yang berjulukan Abu Darda’radhiyallahu ‘anhu yang selalu berpuasa di siang hari, dan selalu qiyamul lail dari ba’da isya’ hingga menjelang subuh, kabar ini hingga pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau menasihatinya,
“Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan tubuhmu ada hak atasmu yang harus engkau penuhi, maka berikanlah masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Itulah pesan yang tersirat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Darda’radhiyallahu ‘anhu yang kerajinan ibadah. Lalu bagaimanakah kiranya pesan yang tersirat Beliau pada kita yang kerajinan berinteraksi dengan gadget kita? Jika qiyamul lail menyerupai Abu Darda’ saja tidak bisa melegitimasi penelantaran hak, maka apalagi dengan kesibukan berinteraksi dengan gadget?
Dari Abu Barzah Al-Aslami, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari simpulan zaman hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih).
Wahai saudaraku, tak mengapa kita mempunyai beberapa grup dalam suatu akun sosmed, asalkan kita pastikan ada manfaatnya. Namun jikalau grup-grup tersebut hanya berisi komen-komen tertawa, emoticon, dan jempol belaka, atau bahkan cenderung hal-hal haram lain, maka delete segera grup tersebut. Masih ingatkah kita akan hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: “Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
‘Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan masalah yang tidak bermanfaat baginya’.” (Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi).
Salah satu tanda Allah berpaling dari kita ialah Allah biarkan kita sibuk mengurusi hal-hal yang tidak bermanfaat untuk kita. Kita tidak diberi taufiq dan hidayah untuk melaksanakan kebaikan.
Terdapat suatu kisah inspiratif, suatu hari Imam Malik ditanya, “Berapa umurmu wahai Imam?”. Imam Malik pun menjawab dengan tegas, “uruslah dirimu sendiri!”. Lihat bagaimanakah kesungguhan Imam Malik dalam menjaga waktu. Beliau tidak mau menjawab pertanyaan yang tidak ada manfaat akhiratnya, tidak mengandung ilmu.
Dan kisah ini juga mengajarkan pada kita untuk tidak over kepo terhadap kehidupan orang lain. Masih banyak malu kita yang perlu diperbaiki, masih banyak kitab yang belum kita pelajari. Bagi seorang muslim, waktu itu sangatlah mahal, sehingga muslim yang baik keislamannya akan menginggalkan aktivitas di sosmed yang hanya sekedar like dan dislike, tanpa menebar faedah dan kebaikan. Maka mari kita bagi waktu kita dengan bijak, supaya hisab Allah pada waktu kita lebih ringan.
Kedua: Menanamkan kuat-kuat dibenak kita bahwa setiap postingan, komen, copas, dan share kita di sosmed akan dihisab, semuanya dan tak ada yang terluput olehNya! Karena Allah mempunyai malaikat yang ditugaskan untuk selalu mencatat setiap perbuatan kita. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Qaf : 18
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّالَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Kontrol jari kita supaya tidak terlalu gampang memposting, berkomentar, copy-paste, dan menshare, dan membisu ialah salah satu cara terampuh untuk mengontrolnya. Karena jari di dunia sosmed bagaikan verbal di dunia nyata.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Seorang muslim yang baik ialah yang menciptakan kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan verbal dan tangannya. Dan seorang yang benar-benar berhijrah ialah yang meninggalkan segala masalah yang tidak boleh Allah.” (HR. Bukhari).
Wahai saudaraku, ingat! Ini zaman ynag penuh fitnah, semakin banyak komen, maka semakin lama hisab kita di alam abadi kelak. Dan semakin banyak aktif tanpa manfaat, maka akan semakin banyak pertanyaan Allah pada kita. Karena, di sosmed tidak ada yang gratisan, walau online pake WiFi atau bonus paket internet. Semakin banyak teman yang kita yang mendapatkan banyak sekali bentuk goresan pena kita di sosmed, dan goresan pena tersebut ialah goresan pena yang salah, maka kelak semua teman kita akan menyalahkan kita ketika di akhirat.
Ketiga: Ketika kita akan masuk dunia sosmed, maka jangan lupa pasang niat. Niatkan semua karena Allah, niatkan untuk menjalin tali silaturahmi, niatkan untuk menyebarkan faedah yang disampaikan oleh para ustadz.
Kaidah fikih mengatakan,
الوَسِيْلَةُ لَهَا أَحْكَامُ المَقَاصِدِ
“Hukum sarana itu tergantung pada tujuannya.”
Jika tujuan memakai sosmed ialah untuk menebar faidah dan berdakwah, maka penggunaan sosmed yang semacam ini akan berpahala.
Akan tetapi jikalau penggunaan sosmed hanya untuk ikut-ikutan, rame-ramean tanpa ada unsur taqarrub (mendekatkan diri pada Allah), tanpa ada amall sholeh, maka celakalah kita, karena semua itu kelak akan memperpanjang waktu hisab kita.
Ingat, jawaban sosmed itu fatal! Ia sanggup tersebar keseluruh pelosok dunia. Wahai saudaraku, jikalau kita bukan merupakan da’i yang pintar berbicara didepan umat, maka jadilah mad’u (obyek dakwah) yang bersemangat membagikan faidah-faidah dari para ustadz melalui sosmed.
Mari kita gunakan segala kemampuan yang kita miliki untuk berbuat kebaikan semaksimal mungkin, karena Allah memudahkan hambaNya berinfak sebagaimana Allah mengaruniakan rizki pada hambaNya, dengan cara yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk selalu mengoreksi niat kita, karena Allah atau tidak. Karena setiap perbuatan itu tergantung dari niatnya. Jika niat kita ikhlas, maka sosmed akan menjadi lumbung pahala buat kita, namun jikalau niat kita salah, maka bersiaplah dengan hisabNya.
Keempat: Ingat kaidah para ulama fiqh dalam berbicara! Hak berbicara itu ada ketika kita telah memenuhi 3 syarat yang ulama sampaikan, yaitu :
Syarat pertama: Niat harus karena Allah, sebagaimana hadits yang telah masyhur di tengah-tengah kita, bahwa innamal ‘amalu bin niyati…. (semua amal tergantung pada niatnya).
Syarat kedua: Menyampaikan informasi dengan benar, baik dari sisi kandungan isinya, maupun dari cara penyampaiannya. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-Israa’ : 53
وَقُل لِّعِبَادِى يَقُولُوا۟ الَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْإِنسٰنِ عَدُوًّا مُّبِينًا
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menjadikan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu ialah musuh yang konkret bagi manusia”.
Karena di sosmed kita tidak sanggup menunjukkan intonasi bicara, ekspresi kita pun terbatas. Tidak setiap ekspresi tergambarkan oleh emoticon dalam sosmed, sehingga hal ini sangat rawan terjadi perselisihan dan salah paham.
Ketika kita akan membicarakan hal yang sensitif, lebih baik gunakan komunikasi langsung, dan seandainya terpaksa memakai sosmed, maka sampaikan dengan budpekerti yang benar dan perkataan terbaik.
Diantaranya memulai dengan basmalah, shalawat pada Rasul, kemudian salam, karena orang yang melaksanakan ini berarti ia mempunyai niatan baik ketika ingin mengajak kita berbicara. Sehingga kita pun harus pasang hati untuk selalu berhusnudzon atas setiap informasi yang akan disampaikan.
Oleh karena itu, selayaknya seseorang mempelajari ilmu berkomunikasi ala Nabi sebelum ia memakai sosmed. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Ali Imran : 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Maka jangan hingga dakwah ini terkotori gara-gara perilaku keras dan berangasan dari kita. Selain itu, juga harus benar dari segi kandungannya, yakni dengan mengcrosscheck setiap informasi yang didapat, jangan asal kopas dan share.
Karena setiap orang yang membaca informasi akan mempunyai beberapa pendapat, dan pendapat ini lah yang akan mendatangkan perpecahan ketika suatu informasi disebarkan dengan ada tambah-tambahan yang keliru karena bersal dari pendapat penulis semata.
Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al Hujurat : 6
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jikalau tiba kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti supaya kau tidak menimpakan suatu peristiwa alam kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menimbulkan kau menyesal atas perbuatanmu itu. “
Syaikh Sholeh Al-Ruhaili mengatakan, terdapat 2 makna “fasik” dalam ayat diatas, yaitu :
1. sumber berita/orang yang menyebarkan beritanya yang fasik, dan
2. beritanya yang disampaikan merupakan informasi kefasikan, dimana informasi kefasikan ini bisa dibawa oleh orang soleh sekalipun, karena orang sholeh pun manusia, daerah salah dan lupa.
Bisa saja seseorang itu terlupa akan nama tokoh dalam informasi tersebut, sehingga ia salah dalam menyebutkan namanya. Bisa pula orang yang memberikan informasi pada kita benar-benar orang yang terpercaya dari segi kekuatan ingatan dan kesholehan, namun bukankah masih mungkin terjadi kefasikan dari penyampai informasi sebelumnya?
Tidak semua orang sholeh itu selektif dalam mendapatkan berita, maka tidak ada alasan untuk tidak crosscheck berita! Namun ketika kita tidak bisa melakukannya, maka informasi tersebut jangan dipercaya, jangan disebar, cukup dijadikan pengetahuan angin lalu. Karena sekali lagi, penjelasan di dunia sosmed itu berat! Belum tentu orang yang telah membaca informasi fasik tersebut membaca pula hasil klarifikasinya.
Syarat ketiga: Efek yang ditimbulkan dari disampaikannya informasi tersebut ialah pengaruh yang positif, atau bisa menekan kemudhorotan dikala itu. Ingat! Walaupun informasi tersebut benar, ketika disampaikan pada kondisi yang salah maka akan memperburuk keadaan. Kaidah fikih menyampaikan “Apabila suatu kerusakan berhadapan dengan suatu kemaslahatan, maka secara umum, menolak kerusakan itu lebih didahulukan (kecuali jikalau kerusakan itu tidak dominan). Karena sesungguhnya perhatian pembuat syari’at terhadap masalah yang tidak boleh itu lebih keras daripada terhadap masalah yang diperintahkan. (Al-Asybaah wan Nazhaa`ir).
Kelima: Mampu membedakan ranah publik dan ranah pribadi.
Keenam: Ingat! Tidak semua yang kita dengar kita sampaikan. Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, dari Hafshah radhiyallahu ‘anha :
كَفَى بِالْمَرْء كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar.” [HR. Muslim].
Ketujuh: Hindari ghibah dan fitnah di sosmed. Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda mengenai definisi ghibah dan dusta/bustan/fitnah. Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam menjelaskan bahwa ghibah ialah menceritakan keburukan saudaramu, meskipun keburukan/aib itu memang benar adanya. Sedangkan dusta/bustan/fitnah ialah menceritakan keburukan/aib yang tidak ada pada saudaramu. Maka perhatikan verbal kita wahai saudaraku, karena ancaman ghibah ini luar biasa.
Kelak di alam abadi Allah Ta’ala akan menyediakan bangkai saudara kita yang kita ghibahi, sebanyak apa kita mengghibahi seseorang maka sebanyak itulah bangkai yang Allah sajikan pada kita untuk kita makan hingga habis. Bukan menjadi duduk masalah ketika yang disajikan banyak itu ialah masakan kesukaan kita, namun ini bangkai wahai saudaraku.
Bangkai yang telah berbau busuk dan berbelatung, dan kita harus menghabiskannya, dan mungkin bisa lebih dari satu. Na’udzubillahi mindzalik. Saudaraku, bukankah masih banyak kitab yang belum kita baca? Bukankah masih banyak aturan Islam yang belum kita ketahui? Bukankah sholat kita masih sering tidak khusyu’?
Lalu mengapa kita berani membuang waktu kita hanya untuk mencar-cari keselahan dan malu saudara kita? Ingat! Kita pun juga punya aib, dan seandainya tidak karena hidayah Allah pada kita, pasti kita pun juga akan mempunyai malu yang kita benci dari saudara kita tersebut. Allahu waliyyut taufiq.
Maka mari jadikan sosmed kita sebagai lumbung pahala, jadikan sosmed kita sarana untuk mempermudah kita meraih surgaNya. Yassarallahu lanaa, baarakallahu ‘alaynaa.
Washallallaahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in.
Penulis : Dian Pratiwi
Murojaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah
Referensi :
1. Aktualisasi Akhlaq Muslim, Ummu dan Abu Ihsan Al-Atsari
2. Mandzumah Qawa’idh Fiqhiyyah, Abdurrahman bin Naashir bin Abdullah As-Sa’di
3. Rekaman Kajian Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafidzahullahu ta’ala
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/