Kiat Bertahan Hidup Di Era Sulit


Dunia ialah negeri ujian. Allah Azza wa Jalla menghendaki keadaan insan berbeda-beda sebagai ujian. Ada orang Mukmin dan kafir, orang sehat dan sakit, orang kaya dan miskin, dan seterusnya. Makna semua ini, bahwa seseorang itu diuji dengan orang yang tidak menyerupai dia. Seorang yang kaya contohnya, dia diuji dengan keberadaan orang miskin. Sepantasnya orang kaya tersebut membantunya dan tidak menghinanya. Sebaliknya si miskin juga diuji dengan keberadaan si kaya. Sepantasnya dia tidak hasad terhadap si kaya dan tidak mengambil hartanya dengan tanpa hak. Dan masing-masing berkewajiban meniti jalan kebenaran.

Maka kalau kita diuji oleh Allah Azza wa Jalla dengan kemiskinan dan kesulitan hidup, hendaklah kita menyikapinya dengan cara-cara yang telah ditunjukkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Di antara kiat-kiat menghadapi keadaan sulit tersebut adalah:

WAJIB BERHUSNU-ZHAN KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Yang pertama dan utama hendaklah setiap hamba berhusnu-zhan (berprasangka baik) kepada Allah Azza wa Jalla atas peristiwa alam dan kesusahan yang menimpanya. Karena bekerjsama keimanan dan tauhid seseorang tidak akan tepat kecuali dengan husnu-zhan kepada Allah Azza wa Jalla . Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata: “Engkau wajib husnu-zhan kepada Allah Azza wa Jalla terhadap perbuatan-Nya di alam ini. Engkau wajib mengetahui bahwa apa yang Allah Azza wa Jalla lakukan itu merupakan pesan tersirat yang sempurna, terkadang nalar insan memahaminya atau terkadang tidak. Dengan inilah keagungan Allah Azza wa Jalla dan hikmah-Nya di dalam takdir-Nya diketahui. Maka janganlah engkau menyangka bahwa kalau Allah Azza wa Jalla melaksanakan sesuatu di alam ini, ialah alasannya ialah kehendak-Nya yang buruk. Termasuk kejadian-kejadian dan musibah-musibah yang ada, Allah Azza wa Jalla tidak mengadakannya alasannya ialah kehendak jelek yang berkaitan dengan perbuatan-Nya. Adapun yang berkaitan dengan makhluk, bahwa Allah Azza wa Jalla menetapkan apa yang Dia kehendaki, itu terkadang menyusahkannya, maka ini menyerupai firman Allah Azza wa Jalla :

قُلْ مَنْ ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُمْ مِنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً

Katakanlah: “Siapakah yang sanggup melindungi kau dari (takdir) Allah, kalau Dia menghendaki peristiwa atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” [al-Ahzâb/33:17][Al-Qaulul Mufîd ‘ala Kitab At-Tauhîd, juz: 3, hlm: 144]

BERSABAR
Kemudian senjata hamba di dalam menghadapi kesusahan dalah kesabaran. Sabar ialah sifat yang agung. Sabar menghadapi kesusahan ialah menahan jiwa dari berkeluh-kesah, menahan mulut dari mengadu kepada manusia, dan menahan anggota tubuh dari kasus yang menyelisihi syari’at. Bagi seorang Mukmin sabar merupakan senjatanya untuk menghadapi kesusahan. Dan hal itu akan membuahkan kebaikan baginya.

Jika kita melihat keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya, maka kita akan takjub dengan kesabaran mereka menghadapi kesusahan hidup di dunia ini. Memang mereka layak dijadikan panutan. Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبِيتُ اللَّيَالِيْ الْمُتَتَابِعَةَ طَاوِيًا وَأَهْلُهُ لاَ يَجِدُونَ عَشَاءً وَكَانَ أَكْثَرُ خُبْزِهِمْ خُبْزَ الشَّعِيرِ

Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati beberapa malam berturut-turut dengan keadaan perutnya kosong, demikian juga keluarganya, mereka tidak mendapati makan malam. Dan bekerjsama kebanyakan rotinya mereka ialah roti gandum. [HR. Tirmidzi, no. 2360; Ibnu Mâjah, no. 3347; dan lainnya; dihasankan oleh Syaikh Salîm al-Hilâli di dalam Bahjatun Nâzhirin, no. 514]

BERSIKAP QANA’AH
Selain kesabaran, maka perilaku yang tidak kalah penting ialah qanâ’ah. Yang dimaksud dengan qanâ’ah ialah ridha terhadap pembagian Allah Azza wa Jalla . Karena bekerjsama hakekat kaya itu ialah kaya hati, bukan kaya harta. Dan qanâ’ah merupakan jalan kebahagiaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Sesungguhnya telah beruntung orang yang telah masuk agama Islam, diberi kecukupan rizqi, dan Allah menjadikannya qanâ’ah terhadap apa-apa yang telah Dia berikan kepadanya.

Yaitu benar-benar sukses orang yang tunduk kepada Rabbnya, dan dia diberi rizqi halal yang mencukupi keperluan dan kebutuhan pokoknya; dan Allah Azza wa Jalla menjadikannya qanâ’ah terhadap semua yang telah Dia berikan kepadanya. [Lihat Tuhfatul Ahwadzi syarah hadits no. 2348]

Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa kemiskinan itu terpuji. Namun, sepantasnya orang yang miskin itu bersifat qanâ’ah, tidak berharap kepada makhluk, tidak menginginkan barang yang berada di tangan orang, dan tidak rakus mencari harta dengan segala cara, namun itu semua mustahil dilakukan, kecuali dia qanâ’ah dengan ukuran minimal terhadap makanan dan pakaian”.  [Mukhtashar Minhâjul Qâshidin, hlm. 256; dengan komentar dan takhrîj hadits Syaikh Ali al-Halabi; Penerbit Dâr ‘Ammâr, ‘ Ammân, Yordania]

Barangsiapa bersikap qanâ’ah, maka hal itu akan memunculkan sifat ‘affâf (menjaga kehormatan diri) dengan tidak mengharapkan barang milik orang lain, apalagi meminta-minta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلاَّ أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لاَ بُدَّ مِنْهُ

Sesungguhnya meminta-minta itu merupakan cakaran seseorang pada wajahnya. Kecuali seseorang yang meminta kepada pemerintah atau dalam kasus yang tidak ada pilihan baginya. [HR. Tirmidzi, no. 681; dishahîhkan oleh Syaikh Salîm al-Hilâli di dalam Bahjatun Nâzhirîn, no. 533]

Dan sifat ‘affâf ini mempunyai keutamaan yang sangat besar. Marilah kita perhatikan anjuran yang agung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat benar perkataannya, yaitu sabda dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ يَكْفُلُ لِيْ أَنْ لاَ يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ فَقَالَ ثَوْبَانُ أَنَا فَكَانَ لاَ يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

Siapakah yang menjamin bagiku, bahwa dia tidak akan meminta apapun kepada manusia, maka saya akan menjamin nirwana baginya? Sahabat Tsaubân berkata: “Saya!”. Maka dia tidak pernah meminta apapun kepada seorangpun. [HR. Abu Dâwud, no. 1643;dan lainnya; dishahîhkan oleh Syaikh Salîm al-Hilâli di dalam Bahjatun Nâzhirîn, no. 535]

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada sebagian Sahabat dia untuk tetap tidak meminta kepada makhluk, walaupun tertimpa kelaparan hingga tidak bisa berjalan! Abu Dzar al-Ghifâri Radhiyalahu anhu bercerita:

رَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا وَ أَرْدَفَنِيْ خَلْفَهُ ثُمَّ قَالَ: ((أَبَا ذَرٍّ, أَرَيْتَ لَوْ أَصَابَ النَّاسَ جُوْعٌ شَدِيْدٌ حَتَّى لاَ تَسْتَطِيْعَ أَنْ تَقُوَمَ مِنْ فِرَاشِكَ إِلَى مَسْجِدِكَ؟)) قُلْتُ: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: تَعَفَّفْ!

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggang keledai dan memboncengkanku di belakangnya, lalu berkata: “Abu Dzarr, bagaimana pendapatmu kalau kelaparan yang dahsyat menimpa insan hingga engkau tidak bisa bangkit dari daerah tidurmu menuju masjidmu?” saya menjawab: “Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Ta’affuf-lah (Janganlah engkau minta-minta)”. [HR. Ibnu Hibbân (Mawâriduzh Zham-ân, no. 1862); Ahmad 5/149; Abu Dâwud, no. 4261; dan lainnya; dishahîhkan oleh Syaikh Musthafa al-Adawi di dalam Ash-Shahîhul Musnad min Ahâditsul Fitan walMalâhim, hlm. 269-270]

BERHEMAT
Kemudian di antara kita terpenting dalam menghadapi kesulitan ialah bersikap ekonomis di dalam pengeluaran. Jangan hingga lebih besar pasak daripada tiang. Yaitu jangan hingga pengeluaran lebih banyak daripada pemasukan. Karena hal ini tentu akan berakibat fatal. Sebagian orang karenanya terperosok ke dalam lubang hutang yang tidak ada kesudahannya. Oleh alasannya ialah Allah Azza wa Jalla memuji hamba-hamba-Nya yang bersikap tengah dikala mengeluarkan harta mereka, tidak pelit dan tidak boros. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan ialah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. [al-Furqân/25:67]

Bahkan perilaku ekonomis itu merupakan salah satu dari tiga penyelamat! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ مُنْجِيَاتٌ: خَشْيَةُ اللهِ تَعَالَى فِي السِِّرِّ وَالْعَلاَنِيَةِ وَالْقَصْدُ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ وَالْعَدْلُ فِي الرِّضَى وَالْغَضَبِ

Tiga kasus yang menyelamatkan: takut kepada Allah Azza wa Jalla pada waktu sendirian dan bersama orang banyak; bersikap ekonomis pada waktu kaya dan miskin; dan bersikap adil pada waktu ridha dan marah. [HR. al-Bazzâr; Al-‘Uqaili; Abu Nu’aim; dan lainnya; dihasankan oleh Syaikh al-Albâni di dalam Silsilah ash-Shahîhah, no. 1802]

BUNUH DIRI BUKAN SOLUSI
Selain itu bahwa orang beriman yang meyakini kepada takdir Allah Azza wa Jalla, dilarang berputus asa di dalam menghadapi ujian-ujian di dalam kehidupan dunia ini. Apalagi hingga mengakhiri hidupnya secara paksa, atau bunuh diri. Hanya alasannya ialah kesulitan ekonomi, atau ujian penyakit yang tiada henti, atau impian yang tidak terjadi, atau sakit hati yang tak terobati, sebagian orang rela menjemput mati dengan bunuh diri. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan bahaya keras terhadap pelaku bunuh diri dengan sabda dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَجَأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung, lalu membunuh dirinya, maka dia di dalam neraka Jahannam menjatuhkan dirinya dari sebuah gunung, dia tinggal usang dan dijadikan tinggal usang selamanya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya. Dan barangsiapa meminum racun lalu membunuh dirinya, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meminumnya di dalam neraka Jahannam dia tinggal usang dan dijadikan tinggal usang selamanya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya.Dan barangsiapa membunuh dirinya dengan besi, maka besinya akan berada di tangannya, dia akan menikam perutnya di dalam neraka Jahannam, dia tinggal usang dan dijadikan tinggal usang selamanya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya”. [HR. Bukhâri, no. 5778; Muslim, no. 109; dari Abu Hurairah; lafazh bagi al-Bukhâri]

Sebagai penutup, bahwa kita sebagai orang yang beriman harus meyakini bahwa apapun yang menimpa kita, kalau kita menyikapinya dengan benar maka hal itu merupakan kebaikan bagi kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan keadaan orang Mukmin yang menakjubkan, yaitu alasannya ialah semua urusannya baik baginya, di dalam sebuah hadits di bawah ini:

عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا ِلأَ مْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Dari Shuhaib, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Urusan seorang Mukmin itu mengherankan. Karena bekerjsama semua urusannya itu baik, dan itu hanya dimiliki oleh orang Mukmin. Jika kesenangan mengenainya, dia bersyukur, maka syukur itu baik baginya. Dan kalau kesusahan mengenainya, dia bersabar, maka sabar itu baik baginya. [HR. Muslim, no: 2999]

Inilah sedikit goresan pena mengenai kiat-kiat menghadapi kesusahan,semoga bermanfaat. []

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII/1430/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]




Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Dipublikasikan oleh Al Manhaj
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel