Benarkah Angka 13 Membawa Sial? Ini Penjelasannya


Anggapan angka 13 membawa sial ialah anggapan yang hampir mendunia. Kita sanggup melihat di pesawat tidak ada dingklik nomor 13, gedung tinggi tidak ada tingkat nomor 13, dan beberapa hal yang ada penomorannya.

Fenomena ini tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Islam ialah agama yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Jika dipikirkan lebih mendalam:

Related

Apa hubungannya angka 13 dengan kesialan?

Ini hanya anggapan khurafat dan takhayul yang tidak dibenarkan. Bukankah seorang muslim yakin kepada Allah yang tetapkan takdir, untung dan sial, baik dan buruk ialah takdir Allah yang tidak ada kaitannya dengan angka 13.

Inilah yang disebut dengan “thiyarah” (ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ) yaitu beranggapan sial.

‘Abdullah bin Mas’ud menyebutkan hadis secara marfu’ bahwa thiyarah/ anggapan sial termasuk kesyirikan.

‏ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ ﺷِﺮْﻙٌ ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ ﺷِﺮْﻙٌ ‏ﺛَﻼَﺛًﺎ ‏ ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻨَّﺎ ﺇِﻻَّ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺬْﻫِﺒُﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻮَﻛُّﻞِ

“Beranggapan sial ialah kesyirikan, beranggapan sial ialah kesyirikan”

Beliau menyebutnya hingga tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata,
“Tidak ada yang sanggup menghilangkan sangkaan buruk dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal”. [HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538. Syaikh Al Albani rahimahullah menyampaikan bahwa hadits ini shahih]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻻَ ﻋَﺪْﻭَﻯ ﻭَﻻَ ﻃِﻴَﺮَﺓَ

“Tidak ada penyakit menular dengan sendirinya dan tidak ada anggapan sial”. [HR. Bukhari, no. 5312, 5315, 5316, 5329, 5331]

Contoh dalam Al Alquran ialah Fir’aun memganggap sial lantaran adanya Nabi Musa alaihisallam, akan tetapi dibantah bahwa kesialan/ketetapan buruk ialah merupakan takdir Allah.

Allah berfirman,

ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَﺗْﻬُﻢُ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔُ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟَﻨَﺎ ﻫَٰﺬِﻩِ ۖ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺼِﺒْﻬُﻢْ ﺳَﻴِّﺌَﺔٌ ﻳَﻄَّﻴَّﺮُﻭﺍ ﺑِﻤُﻮﺳَﻰٰ ﻭَﻣَﻦْ ﻣَﻌَﻪُ ۗ ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻃَﺎﺋِﺮُﻫُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَٰﻜِﻦَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَﻫُﻢْ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ

“Kemudian apabila tiba kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu ialah lantaran (usaha) kami”. Dan jikalau mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan lantaran kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, bergotong-royong kesialan mereka itu ialah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131)

Disebut dengan “thiyarah” lantaran berasal dari kata “thairun” yaitu burung. Dahulu orang beranggapan sial dengan cara memberi hentakan/mengusir burung, jikalau terbang ke kanan mereka melanjutlan hajat atau perjalanan mereka, sedangkan jikalau terbang ke kiri, mereka mengurungkan niat dan beranggapan sial.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,

ﻭﺍﻟﺘﻄﻴﺮ : ﺍﻟﺘﺸﺎﺅﻡ ، ﻭﺃﺻﻠﻪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻤﻜﺮﻭﻩ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﺃﻭ ﻓﻌﻞ ﺃﻭ ﻣﺮﺋﻲ ﻭﻛﺎﻧﻮﺍ … ﻳﻨﻔِّﺮﻭﻥ ـ ﺃﻱ ﻳﻬﻴِّﺠﻮﻥ ـ ﺍﻟﻈﺒﺎﺀ ﻭﺍﻟﻄﻴﻮﺭ ﻓﺈﻥ ﺃﺧﺬﺕ ﺫﺍﺕ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﺗﺒﺮﻛﻮﺍ ﺑﻪ ﻭﻣﻀﻮﺍ ﻓﻲ ﺳﻔﺮﻫﻢ ﻭﺣﻮﺍﺋﺠﻬﻢ ، ﻭﺍﻥ ﺃﺧﺬﺕ ﺫﺍﺕ ﺍﻟﺸﻤﺎﻝ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻋﻦ ﺳﻔﺮﻫﻢ ﻭﺣﺎﺟﺘﻬﻢ ﻭﺗﺸﺎﺀﻣﻮﺍ ﺑﻬﺎ

“Tathayyur (Thiyarah) ialah merasa sial dan pada asalnya sesuatu yang tidak disukai berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang dilihat. Mereka menciptakan lari/menghentakan untuk mengusir kiang atau burung, jikalau arah larinya ke kanan mereka akan mengambil berkah dan melanjutkan perjalanan serta hajat mereka. Apabila lari ke arah kiri, mereka kembali dari perjalanan dan hajat mereka serta beranggapan sial.” [Syarh Muslim no. 2224]

Dalam pelajaran tauhid, lantaran yang sanggup menjadikan sesuatu ada dua:

Pertama, lantaran kauniy
Sebab kauniy ialah aturan sebab-akibat alam atau memang ada penelitian bahwa itu ialah penyebabnya.
Misalnya:
– Api kalau kena air ya padam, kertas kena api terbakar dengan mudah.
– Motor jalan dengan materi bakar bensin bukan dengan air (melalui penelitian).

Kedua, lantaran syar’i
Sebab syar’i ialah lantaran yang ditentukan oleh syariat menjadi penyebab sesuatu, meskipun bukan penyebab secara kauniy.
Misalnya: Jika ingin dipanjangkan umur (berkah) dan dimudahkan rezeki maka silaturahmi (silaturahmi penyebab gampang rezeki).

Apabila beranggapan jelek/anggapan sial, akan tetapi tidak ada indikasi, baik lantaran syar’i maupun lantaran kauniy, inilah yang terlarang sebagaimana beranggapan sial dengan angka 13. Contoh lainnya ialah mengurungkan niat tidak jadi pergi safar lantaran lihat burung gagak.

Ibnu Hajar Al-Atsqalani rahimahullah memperlihatkan rujukan beranggapan sial lainnya, ia berkata,

ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺘﻄﻴﺮﻭﻥ ﺑﺼﻮﺕ ﺍﻟﻐﺮﺍﺏ ، ﻭﺑﻤﺮﻭﺭ ﺍﻟﻈﺒﺎﺀ ، ﻓﺴﻤﻮﺍ ﺍﻟﻜﻞ ﺗﻄﻴُّﺮﺍً ؛ ﻷﻥ ﺃﺻﻠﻪ ﺍﻷﻭﻝ

“Demikianlah mereka beranggapan sial dengan mendengar bunyi burung gagak, lewatnya kijang. Hal ini dinamakan dengam tathayyur lantaran asalnya ialah menganggap sial dengan arah terbangnya burung (thair).” [Fathul Baari, 10/215]

Apabila terdapat indikasi, maka boleh beranggapan/memperkirakan akan terjadi hal yang jelek. Misalnya, pesawat tidak jadi terbang lantaran tanda-tanda cuaca yang tidak bagus, yaitu mendung hitam sekali ditambah halilintar.

Demikian biar bermanfaat, mari kita menjadi muslim yang cerdas dengan tauhid dan tidak gampang percaya dengan khurafat dan takhayyul. []



Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel