Bagaimana Aku Dapat Nrimo Di Setiap Amal?
Ketahuilah setan akan senantiasa menarik hati insan untuk merusak amal shalihnya. Dengan demikian, seorang mukmin akan senantiasa berjihad dengan musuhnya, iblis hingga beliau menemui Rabb-nya di atas keimanan kepada-Nya dan keikhlasan di setiap amal yang dikerjakannya. Di antara faktor yang sanggup mendorong seorang untuk berlaku nrimo yaitu sebagai berikut,
Berdo’a
Related
اللهم اجعل عملي كلها صالحا, واجعله لوجهك خالصا, و لا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas lantaran mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku kepingan untuk siapapun.”
Menyembunyikan Amal
Amal yang tersembunyi -dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi berpengaruh bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah ta’ala dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. mereka yaitu seorang pemimpin yang adil; seorang cowok yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah; seorang laki-laki yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; dua orang yang saling mengasihi lantaran Allah, mereka berkumpul dan berpisah di atas kecintaan kepada-Nya; seorang laki-laki yang diajak (berbuat tidak senonoh) oleh seorang perempuan yang cantik, namun laki-laki tersebut mengatakan, “Sesungguhnya saya takut kepada Allah”; seorang laki-laki yang bersedekah kemudian beliau menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu aa yang telah disedekahkan oleh tangan kanannya; seorang laki-laki yang mengingat Allah dalam keadaan sunyi dan air matanya berlinang.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Bisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah engkau berinfak untuk diingat. Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan.
Shalat nafilah yang dikerjakan pada malam hari lebih utama daripada shalat sunnah pada siang hari, demikian pula beristighfar di waktu sahur daripada waktu selainnya, dikarenakan pada ketika itu merupakan waktu yang lebih mendukung untuk menyembunyikan dan mengikhlaskan amal.”
Melihat Amal Orang Shalih yang Berada di Atasmu
Janganlah anda memperhatikan amalan orang yang sezaman denganmu, yaitu orang berada di bawahmu dalam hal berbuat kebaikan. Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan orang shalih terdahulu sebagai panutan anda. Allah ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ (٩٠)
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam memberikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (Al An’am: 90).
Bacalah biografi para ulama, jago ibadah, dan zuhhad (orang yang zuhud), lantaran hal itu lebih bisa untuk menambah keimanan di dalam hati.
Menganggap Remeh Amal
Penyakit yang sering melanda hamba yaitu ridha (puas) dengan dirinya. Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal itu akan membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang telah dikerjakan tidak bernilai.
Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang bisa masuk nirwana berkat dosanya dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya. Maka ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sa’id menjawab, “Pria tadi mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah. Pria yang lain mengerjakan suatu kebaikan, namun beliau senantiasa ujub (bangga) dengan amalnya tersebut, sehingga tatkala bertemu Allah, beliau pun dimasukkan ke dalam neraka Allah.”
Khawatir Amal Tidak Diterima
Anggaplah remeh setiap amal shalih yang telah anda perbuat. Apabila anda telah mengerjakannya, tanamkanlah rasa takut, khawatir kalau amal tersebut tidak diterima. Diantara do’a yang dipanjatkan para salaf adalah,
اللهم إنا نسألك العمل الصالح و حفظه
“Ya Allah kami memohon kepada-Mu amal yang shalih dan senantiasa terpelihara.”
Diantara bentuk keterpeliharaan amal shalih yaitu amal tersebut tidak disertai dengan rasa ujub dan besar hati dengan amal tersebut, namun justru amal shalih terpelihara dengan adanya rasa takut dalam diri seorang bahwa amal yang telah dikerjakannya tidak serta merta diterima oleh-Nya. Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٩٢)
“Dan janganlah kau ibarat seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kau menyebabkan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kau dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari tamat zaman akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kau perselisihkan itu.” (An Nahl: 92).
Ibnu Katsir mengatakan, [“Mereka menunaikan sedekah, namun hati mereka takut dan khawatir, bahwa amalan mereka tidak diterima di sisi-Nya. mereka takut lantaran (sadar) mereka tidak menunaikan syarat-syaratnya secara sempurna. Imam Ahmad dan Tirmidzi telah meriwayatkan hadits dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu. Dia bertanya kepada rasulullah, “Wahai rasulullah, mengenai ayat,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (٦٠)
“Dan orang-orang yang memperlihatkan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (Al Mukminun: 60).
Apakah mereka yang tersebut dalam ayat itu yaitu orang-orang yang melaksanakan tindak pencurian, perzinaan, dan meminum khamr, lantaran mereka takut kepada Allah (atas kemaksiatan yang telah dikerjakannya)? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Bukan, wahai putri ash Shiddiq. Akan tetapi, mereka yaitu orang yang menunaikan shalat, puasa, dan sedekah, namun mereka khawatir apabila amalan tersebut tidak diterima oleh-Nya.” Keikhlasan memerlukan mujadahah (perjuangan) yang dilakukan sebelum, ketika, dan sehabis beramal.]
Tidak Terpengaruh Perkataan Manusia atas Amalan yang Telah Dikerjakan
Seorang yang diberi taufik oleh Allah ta’ala tidaklah terpengaruh oleh kebanggaan insan apabila mereka memujinya atas kebaikan yang telah dilakukannya. Apabila beliau mengerjakan ketaatan, maka kebanggaan yang dilontarkan oleh insan hanya akan menambah ketawadhu’an dan rasa takut kepada Allah. Dia yakin bahwa kebanggaan insan kepada dirinya merupakan fitnah baginya, sehingga beliau pun berdo’a kepada Allah ta’ala biar menyelamatkan dirinya dari fitnah tersebut. Dia tahu bahwa hanya Allah semata, yang pujian-Nya bermanfaat dan celaan-Nya semata yang bisa memudharatkan hamba.
Dia menempatkan insan layaknya penghuni kubur yang tidak bisa memperlihatkan manfaat kepada dirinya dan tidak bisa menolak ancaman dari dirinya. Ibnul Jauzi mengatakan,
أن ترك النظر إلى الخلق و محو الجاه من قلوبهم بالعمل و إخلاص القصد و ستر الحال هو الذي رفع من رفع
[“Meninggalkan perhatian makhluk dan tidak mencari-cari kedudukan di hati mereka dengan berinfak shalih, mengikhlaskan niat, dan menyembunyikan amal merupakan faktor yang bisa meninggikan derajat orang yang mulia.”] [Shaidul Khatir hlm. 251]
Sadar bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Apabila hamba mengetahui insan yang menjadi faktor pendorong untuk melaksanakan riya akan bangun bersamanya di padang Mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang,dia akan mengetahui gotong royong memalingkan niat ketika berinfak kepada mereka tidaklah akan bisa meringankan kesulitan yang dialaminya di padang Mahsyar. Bahkan mereka akan mengalami kesempitan yang sama dengan dirinya.
Apabila anda telah mengetahui hal itu, pasti anda akan mengetahui bahwamengikhlaskan amal yaitu benar adanya, tidak sepatutnya amalan ditujukan kecuali kepada Zat yang mempunyai nirwana dan neraka.
Oleh lantaran itu, seorang mukmin wajib meyakini bahwa insan tidaklah mempunyai surge sehingga mereka bisa memasukkan anda ke dalamnya. Demikian pula, mereka tidaklah bisa untuk mengeluarkan anda dari neraka apabila anda meminta mereka untuk mengeluarkan anda. Bahkan apabila seluruh umat manusia, dari nabi Adam hingga yang terakhir, berkumpul dan bangun di belakang anda, mereka tidaklah bisa untuk menggiring anda ke dalam surge meski selangkah. Dengan demikian, mengapa anda mesti riya di hadapan mereka, padahal mereka tidak bisa memperlihatkan apapun kepada anda?
Ibnu Rajab mengatakan,
من صلى وصام وذكر الله يقصد بذلك عرض الدنيا فإنه لا خير له فيه بالكلية لأنه لاتقع في ذلك لصاحبه لما يترتب عليه من الإثم فيه ولا لغيره
“Barangsiapa yang berpuasa, shalat, dan berzikir kepada Allah demi tujuan duniawi, maka amalan itu tidak mendatangkan kebaikan baginya sama sekali. Seluruh amal tersebut tidak bermanfaat bagi pelakunya dikarenakan mengandung dosa (riya), dan (tentunya amalan itu) tidak bermanfaat bagi orang lain.” [Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 1/67]
Kemudian, anda tidak akan bisa memperoleh impian anda dari insan yang menjadi tujuan riya yang telah anda lakukan, yaitu biar mereka memuji anda. Bahkan mereka akan mencela anda, berbagi keburukan anda di tengah-tenah mereka, dan tumbuhlah kebencian di hati mereka kepada anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يراء يراء الله به
“Barangsiapa yang berbuat riya, maka Allah akan menyingkap niat busuknya itu di hadapan manusia” (HR. Muslim).
Demikianlah akhir orang yang riya. Namun, apabila anda mengikhlaskan amal kepada-Nya, pasti Allah dan makhluk akan mencintaimu. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا (٩٦)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berinfak saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah[911] akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih saying (kecintaan)” (Maryam: 96).
Ingatlah Anda Sendirian di Dalam Kubur
Jiwa akan merasa hening dengan mengingat perjalanan yang akan dilaluinya di akhirat. Apabila hamba meyakini bahwa dirinya akan dimasukkan ke dalam liang lahat sendiri, tanpa seorang pun menemani, dan tidak ada yang bermanfaat bagi dirinya selain amal shalih, dan beliau yakin bahwa seluruh manusia, tidak akan bisa menghilangkan sedikit pun, azab kubur yang diderita, maka dengan demikian hamba akan menyakini bahwa tidak ada yang bisa menyelematkannya melainkan mengkihlaskan amal kepada Sang Pencipta semata. Ibnul Qayyim mengatakan,
صدق التأهب للقاء الله من أنفع ما للعبد وأبلغه في حصول استقامته فإن من استعد للقاء الله انقطع قلبه عن الدنيا وما فيها ومطالبها
[“Persiapan yang benar untuk bertemu dengan Allah merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat dan paling ampuh bgi hamba untuk merealisasikan keistiqamahan diri. Karena setiap orang yang mengadakan persiapan untuk bertemu dengan-Nya, hatinya akan terputus dari dunia dan segala isinya.”] [Thariqul Hijratain hlm. 297]
Diterjemahkan dari Khutuwaat ilas Sa’adah karya Dr. Abdul Muhsin Al Qasim (Imam dan Khatib Masjid Nabawi serta Hakim di Pengadilan Umum).
Buaran Indah, Tangerang, 1 Rajab 1431 H.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/
