Orang Yang Bermaksiat Tatkala Sendirian
Ada seseorang yang ketika di hadapan orang banyak terlihat alim dan shalih. Namun kala sendirian, dikala sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah.
Inilah yang sanggup dilihat dari para penggiat dunia maya. Ketika di keramaian atau dari komentar ia di dunia maya, ia sanggup berlaku sebagai seorang alim dan shalih. Namun bukan berarti ketika dalam kesepian, ia ibarat itu pula. Ketika sendirian browsing internet, ia sering bermaksiat. Pandangan dan pendengarannya tidak sanggup ia jaga.
Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari. Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,
عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh saya mengetahui suatu kaum dari umatku tiba pada hari simpulan zaman dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menimbulkan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami biar kami tidak menjadi ibarat mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka yaitu saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) ibarat kalian. Akan tetapi mereka yaitu kaum yang jikalau bersepian mereka merobek tirai untuk sanggup bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir menyampaikan bahwa sanad hadits ini hasan). Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingat Dosa”.
Hadits di atas semakna dengan ayat,
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka tetapkan keputusan diam-diam yang Allah tidak ridhai. Dan yaitu Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 108). Walaupun dalam ayat tidak disebutkan perihal hancurnya amalan.
Ada beberapa makna dari hadits Tsauban yang kami sebutkan di atas:
Pertama:
Hadits tersebut menunjukkan keadaan orang munafik, walaupun kemunafikan yang ia perbuat yaitu kemunafikan dari sisi amal, bukan i’tiqad (keyakinan). Sedangkan hadits Abu Hurairah berikut dimaksudkan pada kaum muslimin.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri malu yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)
Ibnu Hajar Al-Haitami menyampaikan dalam Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair (2: 764) mengenai dosa besar no. 356, “Termasuk dosa besar yaitu dosa yang dilakukan oleh orang yang menampakkan keshalihan, lantas ia menerjang larangan Allah. Walau dosa yang diterjang yaitu dosa kecil dan dilakukan di kesepian. Ada hadits dari Ibnu Majah dengan sanad berisi perawi tsiqah (kredibel) dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda, “Sungguh saya mengetahui suatu kaum dari umatku tiba pada hari simpulan zaman dengan banyak kebaikan …” Karena kebiasaan orang shalih yaitu menampakkan lahiriyah. Kalau maksiat dilakukan oleh orang shalih walaupun sembunyi-sembunyi, tentu mudharatnya besar dan akan mengelabui kaum muslimin. Maksiat yang orang shalih terjang tersebut yaitu tanda hilangnya ketakwaan dan rasa takutnya pada Allah.”
Kedua:
Yang dimaksud dalam hadits Tsauban dengan bersendirian dalam maksiat pada Allah tidak berarti maksiat tersebut dilakukan di rumah seorang diri, tanpa ada yang melihat. Bahkan boleh jadi maksiat tersebut dilakukan dengan jama’ahnya atau orang yang setipe dengannya.
Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa yang dimaksud dalam hadits bukanlah melaksanakan maksiat sembunyi-sembunyi. Namun ketika ada kesempatan baginya untuk bermaksiat, ia menerjangnya. (Silsilah Al-Huda wa An-Nuur no. 226)
Ketiga:
Makna hadits Tsauban yaitu bagi orang yang menghalalkan dosa atau menganggap remeh dosa tersebut.
Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi berkata, ada orang yang melaksanakan maksiat sembunyi-sembunyi namun penuh penyesalan. Orang tersebut bukanlah orang yang merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena asalnya orang semacam itu mengagungkan syari’at Allah. Namun ia terkalahkan dengan syahwatnya. Adapun yang bermaksiat lainnya, ia melaksanakan maksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh dosa, pen.). Itulah yang menciptakan amalannya terhapus. (Syarh Zaad Al-Mustaqni’, no pelajaran 332)
Semoga kita sanggup menjauhi dosa dan maksiat di kala sepi dan kala terang-terangan. Jadikan, pesan yang tersirat ini terutama untuk setiap diri kita pribadi. []
Referensi utama: http://islamqa.info/ar/134636
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 9 Syawal 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/