Beda Qadha' Dan Qadar
Bagian dari rukun dogma yang enam yaitu beriman kepada taqdir. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Jibril perihal iman, dia shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kau beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)
Dalam hadis di atas, ketetapan Allah disebut dengan istilah qadar. Sementara itu, terkadang disebutkan dalam ayat dengan memakai istilah qadha’. Seperti firman Allah,
وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا
“Dan ini perkara yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam: 21).
Lalu apa beda qadha dengan qadar?
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini,
Pertama, sebagian ulama berpendapat, qadha yaitu sinonim dari qadar. Sehingga kata qadha dan qadar maknanya sama.
Dan ini sejalan dengan klarifikasi sebagian hebat bahasa, mereka menafsirkan qadar dengan qadha.
Dalam al-Qamus al-Muhith (hlm. 591) dinyatakan,
القدر : القضاء والحكم
Qadar yaitu qadha dan hukum.
Diantara ulama yang beropini demikian yaitu Imam Ibnu Baz – rahimahullah –. Beliau pernah ditanya perihal perbedaan qadha dan qadar.
Jawaban beliau,
القضاء والقدر، هو شيء واحد، الشيء الذي قضاه الله سابقاً ، وقدره سابقاً، يقال لهذا القضاء ، ويقال له القدر
Qadha dan qadar yaitu dua kata yang artinya sama. Yaitu sesuatu yang telah Allah qadha’-kan (tetapkan) dulu, dan yang telah Allah takdirkan dulu. Bisa disebut qadha, sanggup disebut taqdir. (http://www.binbaz.org.sa/noor/1480)
Kedua, pendapat kedua, qadha dan qadar maknanya berbeda. Selanjutnya mereka berbeda pendapat mengenai batasannya.
[1] Qadha lebih dahulu dari pada qadar. Qadha yaitu ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadar yaitu ketetapan Allah untuk apapun yang dikala ini sedang terjadi.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
قال العلماء : القضاء هو الحكم الكلي الإجمالي في الأزل ، والقدر جزئيات ذلك الحكم وتفاصيله
Para ulama mengatakan, al-qadha yaitu ketetapan global secara keseluruhan di zaman azali. Sementara qadar yaitu bagian-bagian dan rincian dari ketetapan global itu. (Fathul Bari, 11/477)
Al-Jurjani dalam at-Ta’rifat (hlm. 174) menyatakan,
والفرق بين القدر والقضاء : هو أن القضاء وجود جميع الموجودات في اللوح المحفوظ مجتمعة، والقدر وجودها متفرقة في الأعيان بعد حصول شرائطها
Perbedaan antara qadar dan qadha, bahwa qadha bentuknya ketetapan adanya seluruh makhluk yang tertulis di al-Lauh al-Mahfudz secara global. Sementara qadar yaitu ketetapan adanya makhluk tertentu, sehabis terpenuhi syarat-syaratnya.
[2] Kebalikan dari pendapat sebelumnya, qadar lebih dahulu dari pada qadha. Qadar yaitu ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadha yaitu penciptaan Allah untuk apapun yang dikala ini sedang terjadi.
Ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (hlm. 675) menyatakan,
والقضاء من الله تعالى أخص من القدر؛ لأنه الفصل بين التقدير، فالقدر هو التقدير، والقضاء هو الفصل والقطع
Qadha Allah lebih khusus dibandingkan qadar. Karena qadha yaitu ketetapan diantara taqdir (ketetapan). Qadar itu taqdir, sementara qadha yaitu keputusan.
Ilustrasinya,
Ada 100 ketetapan – bentuknya relasi berkonsekuensi,
Jika A maka B, jikalau C maka D, jikalau E maka F, dst. ini semua ketetapan.
Lalu kapan ketetapan ini diputuskan? Ketetapan diputuskan nanti, berwujud kejadian.
Menurut pendapat ini, ketetapan itu qadar, sementara keputusan itu qadha.
Apapun itu, memahami perbedaan ini bukan tujuan utama dari dogma kepada qadha dan qadar, selain hanya memahami batasannya.
Syaikh Abdurrahman al-Mahmud mengatakan,
لا فائدة من هذا الخلاف ؛ لأنه قد وقع الاتفاق على أن أحدهما يطلق على الآخر… فلا مشاحة من تعريف أحدهما بما يدل عليه الآخر
Tidak ada banyak manfaat dalam mempelajari perbedaan ini, alasannya yaitu semua setuju dengan batasan, meskipun berbeda dalam penyebutan namanya… sehingga tidak perlu ada perdebatan untuk menunjukkan definisi… (al-Qadha wal Qadar fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunah, hlm. 44)
Maksud beliau, mau disebut qadha maupun qadar, pada dasarnya sama, yaitu ketetapan Allah. Demikian…
Allahu a’lam. []
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Dewan Pembina Konsultasisyariah.com
Artikel oleh KonsultasiSyariah / Rumaysho Sumber https://iberdakwah.blogspot.com/